Jumat, 04 Juli 2008

Ikhlas

Ikhlas
Penulis: Dr. Umar Sulaiman al-Asygar
"Ikhlaskan saja, itu sudah menjadi ketentuan Allah."
"Dia tidak ikhlas memberi."
"… saya ikhlas …."
Jadi, apa makna ikhlas? Kita tak lagi tahu dengan pasti, karena kata ini terlalu populer, dan terlalu sering digunakan, untuk berbagai konteks yang berbeda. Secara harfiah, ikhlas adalah melepaskan atau meloloskan diri dari suatu ikatan; ada juga yang bilang, ikhlas adalah murni, suci, terbebas dari sesuatu. Lalu, apa hubungannya dengan ungkapan-ungkapan yang sering kita dengar, seperti ungkapan di atas?
Penulis buku ini, Dr. ‘Umar Sulaymân al-Asyqar, mengupas tuntas konsep ikhlas dengan berbagai pengertiannya, termasuk ciri-ciri orang yang ikhlas. Ia juga mengulas satu konsep lain yang sering dikaitkan dengan riya. Apa makna riya, apa dampaknya, bagaimana ciri-ciri orang yang riya, dan bagaimana trik-trik untuk menghadapinya. Seseorang takkan bisa memurnikan ibadahnya dari riya, jika tidak tahu apa saja ragam riya, dan ibadah apa yang sering dihinggapi riya?
Buku ini dilengkapi dengan ulasan yang detail tentang niat, yang merupakan landasan, tempat berpijak dan titik beranjak yang membedakan antara orang yang riya dan yang ikhlas.

Sudah ikhlaskah kita?
Ikhlas merupakan syarat sah diterimanya suatu amal. Tak pelak, beragam arti dilekatkan orang pada kata yang sangat populer ini. Hanya saja, keragaman itu sering menyebabkan salah kaprah—bahkan penyesatan—dalam menerapkan kata ini.
Buku ini mengupas tuntas konsep ikhlas. Ia mengungkap berbagai pandangan keliru tentang ikhlas. Ia juga berusaha mengeluarkan kata ini dari definisi yang sangat ketat—seolah ikhlas hanyalah konsep khayali yang sulit ditemukan wujudnya pada diri manusia.
Sang penulis, Dr. ‘Umar Sulaymân al-Asyqar, bahkan men olak sebutan " buruh kasar " yang diberikan Rabiah al-Adawiyyah dan Al-Ghazali kepada orang yang beribadah karena mengharap surga dan takut neraka . Dia justru menyebut orang-orang ini sebagai orang berakal (Ulul Albab) dan hamba pilihan yang berbakti kepada Allah. Menurut al-Asyqar, niat memperoleh nikmat dan menghindari siksa akhirat tidaklah mengotori keikhlasan seseorang dalam mendekatkan diri kepada Allah. Sebab, niat itu juga ditetapi oleh para nabi, rasul, siddiq, dan syahid.
Tujuan setiap manusia harus diarahkan kepada Allah semata. Itulah makna ikhlas. Namun, harus dipahami, ada beragam tujuan dan jalur menuju Allah. Dan, kesemuanya itu juga merupakan perwujudan dari ikhlas. Itulah mengapa manusia tak perlu membunuh tujuan yang berangkat dari rasa cinta dan takut, sebab keduanya merupakan landasan dari ibadah.

LINK:
Ikhlas
Beli Via Toko Buku Serambi Online
Lini: Gemala Ilmu dan Hikmah Islam

Tidak ada komentar: